BANYUWANGI – Masih sama dengan tahun lalu, Pandemi Covid-19 kali ini membuat pasar batik drop lantaran sebagian pengusaha batik di Kecamatan Cluring, Banyuwangi yang terpaksa harus berhenti produksi.
Sebagian yang masih bertahan lebih mengalihkan pangsa pasarnya dari yang sebelumnya konvensional menjadi market digital. Hal ini ternyata mampu mendongkrak pendapatan pengusaha yang sempat turun hingga 50%.
Lesunya pasar batik nasional ini akhirnya berimbas pada perajin batik. Mulai dari turunnya omzet, sebagian karyawan yang harus dirumahkan, hingga tutupnya industri lantaran tak kuat menanggung beban biaya produksi. Salah satunya seperti sentra industri batik yang berada di Desa Tambuk, Kec. Cluring ini.
Pasalnya, sebelum Pandemi Covid-19 merajalela, masyarakat Desa Tabuk menggantungkan hidupnya di industri batik ini.
Edy Fitrianto selaku pemilik sentra batik ini, terus mengusahakan usahanya agar tetap berproduksi. Edy mencoba menyelematkan usaha batik yang sudah dijalankan selama 10 tahun ini dengan cara mengalihkan sasaran penjualannya ke market digital. Pasar online yang sudah dibangun selama 1 tahun ini nyatanya mampu mendongkrak omzet batik miliknya.
Edy menyebutkan jika batik Gajah Oling yang menjadi ujung tombak pemasarannya ternyata mendapat respon baik di pasar nasional. Bisa dikatakan saat ini 80% pasarnya berada di market digital.
“Pasti sangat terdampak dari segi penjualan, pengadaan bahan baku, dan dari segi transaksi apalagi sebelumnya dilakukan secara langsung. Oleh karena itu, kita menyiasati dengan penjualan secara online. Kurang lebih ada 80% presentasenya hingga saat ini. Untuk saat ini, yang paling hits adalah tema dengan nuansa tanah dan yang paling dominan peminatnya yang motif Gajah Oling,” paparnya.
Edy juga menambahkan untuk perhari produksi batik mecapai 150 pcs dengan motif dan jenis yang berbeda bergantung pesanan. Dengan dibantu dengan 25 orang karyawan, saat ini omzet batik miliknya sudah mencapai hampir 30 juta per bulannya. Senin, (14/6/21).